Disebut dengan nama Pletokan dikarenakan bunyi yang
dihasilkan dari permainan ini berbunyi “pletok”. Permainan tradisional ini
berasal dari Jakarta yang merupakan permainan khas masyarakat Betawi. Meski
demikian, tidak hanya dikenal oleh masyarakat Jakarta, permainan pletokan juga
diketahui dan dimainkan di beberapa daerah lain di Indonesia.
Permainan ini dimainkan oleh anak laki-laki berusia 6-13
tahun, dimainkan secara perorangan atau kelompok. Bila dimainkan perorangan
biasanya sasaran utamanya adalah binatang berupa serangga-serangga kecil.
Sementara, bila dimainkan per kelompok, maka sasaran permainan ini adalah lawan
dari kelompok itu. Jadi, gambaran permainan ini seperti bermain tembak-tembakan
atau perang-perangan, cuma alat yang digunakan di sini bukan pistol mainan atau
sejenisnya melainkan dengan memanfaatkan bambu kecil.
Bambu kecil yang dipakai memiliki ukuran panjang 30 cm dan
berdiameter 1/2 sampai 1 cm. Jumlah bambu yang dibutuhkan untuk permainan ini
ada dua, yang pertama sebagai bedil larasnya, dan yang satunya lagi sebagai
penolak atau sodokan untuk menembakkan peluru dari dalam bambu. Untuk bambu
yang kedua, bambu harus dibuat (dengan cara diraut) sesuai dengan lingkaran
laras pada bambu pertama, dan pada bagian pangkal bambu itu dibentuk untuk
pegangan berukuran sekitar 10 cm.
Sedangkan pelurunya bisa dibuat dari kertas, biji jambu,
kembang atau dedaunan. Khusus untuk peluru kertas dan dedaunan, agar dapat
dibentuk bulat maka kertasnya harus dibasahkan kemudian dibentuk seperti
bola-bola kecil. Supaya alat mainan ini awet dan tahan lama pilih bambu yang
sudah tua dan kuat agar bambu tidak mudah pecah saat digunakan.
Cara bermain pletokan cukup mudah. Masukkan peluru yang
tersedia (kertas, biji jambu, dedaunan) ke dalam lubang bambu pertama selaku
bedil larasnya. Peluru yang dimasukkan terdiri atas dua peluru. Peluru pertama
dimasukkan dan didorong ke ujung bedil laras, kemudian peluru kedua dimasukkan
sekaligus ditolak atau disodok agak kuat dengan batang bambu penolak seolah
ingin menembak agar peluru pertama tadi dapat keluar dengan tekanan yang cepat
dan kuat.
Pertanyaannya, mengapa peluru yang dimasukkan ke dalam bambu
harus dua? Karena fungsi dari peluru kedua adalah sebagai klep pompa untuk
menembakkan peluru yang pertama, juga sebagai peluru yang selanjutnya akan
ditembakkan. Tanpa memasukkan kedua peluru sekaligus maka tekanan penembakan
peluru tidak akan kuat dan jauh.
Coba perdengarkan suara yang keluar dari bedil larasnya
ketika peluru pertama ditembakkan, pasti suara yang muncul akan berbunyi
“pletok”. Jika pembuatan alat ini sudah berhasil, permainan pletokan pun bisa
dimulai. Bila dilakukan berkelompok sebagaimana peperangan maka kita harus
menghindari tembakan peluru lawan, dan berusaha menyerang lawan dengan tembakan
peluru dari alat pletokan ini.
Jangan salah, walaupun terbuat dari batang bambu, tembakan
pelurunya bila terkena kulit juga terasa agak sakit, hal ini khususnya bila
peluru yang digunakan berupa biji jambu. Tapi jika peluru berupa kertas dan
dedaunan, tentunya tidak begitu terasa. Yang jelas, tidak perlu khawatir saat
bermain permainan tradisional pletokan ini, karena permainan ini tidak
berbahaya dan aman dimainkan anak-anak.
Dewasa ini bentuk alat pletokan tidak lagi monoton yaitu hanya
sebatas bambu lurus memanjang saja, sekarang bentuk alat pletokan telah
didesain semakin rumit, namun kerumitan bentuk itu justru membuatnya terlihat
cantik, indah dan semakin nyata bentuknya dalam menyerupai bentuk pistol.
Hebatnya lagi, desain yang baru ini masih tetap memakai bambu sebagai bahan
dasarnya, begitupun untuk peluru yang digunakan.
Di tengah maraknya permainan modern yang didukung
kecanggihan teknologi, permainan tradisional sebagai salah satu warisan budaya
nenek moyang tidak boleh dilupakan. Mari perkenalkan anak-anak anda dengan
permainan tradisional, salah satunya permainan Pletokan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar